Falsafah Shalat Lima Waktu.
Apa sebenarnya makna
dari shalat lima waktu? Shalat lima waktu sebenarnya merupakan gambaran dari
berbagai kondisi kita yang berbeda-beda sepanjang hari. Kita melewati lima
tahapan kondisi pada saat sedang mengalami musibah dan fitrat alamiah kita
menuntut bahwa kita harus melewatinya. Pertama, adalah ketika kita mendapat
gambaran bahwa kita akan menghadapi musibah. Sebagai contoh, bayangkan ada
surat panggilan bagi kita untuk menghadap ke suatu pengadilan. Kondisi pertama
ini akan langsung meruyak rasa ketenangan dan keteduhan kita. Kondisi seperti
menerima surat panggilan pengadilan ini mirip dengan saat ketika matahari mulai
menggelincir. Sejalan dengan kondisi keruhanian tersebut ditetapkanlah shalat
Dhuhur yaitu ketika matahari mulai menggelincir.
Kita mengalami kondisi
kedua ketika kita sepertinya mendekat kepada tempat musibah terjadi. Sebagai
contoh, setelah ditahan berdasar surat panggilan, tiba waktunya kita diajukan
ke hadapan hakim. Pada saat demikian kita merasakan kegalauan perasaan dan
beranggapan bahwa semua rasa keamanan telah meninggalkan diri kita. Kondisi
seperti itu mirip dengan keadaan ketika sinar matahari mulai suram dan manusia
bisa melihat matahari secara langsung serta menyadari bahwa sebentar lagi
matahari itu akan terbenam. Sejalan dengan kondisi keruhanian seperti itu maka
ditetapkanlah shalat Ashar.
Kondisi ketiga adalah
keadaan ketika kita merasa kehilangan segala harapan memperoleh keselamatan
dari musibah. Sebagai contoh, setelah mencatat bukti-bukti tuntutan yang akan
membawa kehancuran diri kita, kita didakwa dengan bentuk pelanggaran dimana
telah disiapkan surat dakwaan. Pada saat demikian, kita merasa sepertinya
kehilangan semua indera dan mulai berfikir menganggap diri sebagai narapidana.
Kondisi seperti itu mirip dengan saat ketika matahari terbenam dan harapan
melihat terang hari sudah pupus karenanya. Diperintahkanlah shalat Maghrib yang
sejalan dengan kondisi keruhanian demikian.
Kondisi keempat adalah
ketika kita ditimpa musibah secara langsung dimana kegelapannya yang kelam
telah menyelimuti diri kita. Sebagai contoh, setelah pembacaan bukti-bukti maka
kita sepertinya lalu divonis dan diserahkan untuk dipenjarakan. Kondisi seperti
itu mirip dengan keadaan malam ketika semuanya diselimuti kegelapan yang kelam.
Untuk kondisi keruhanian seperti itu ditetapkanlah shalat Isya.
Setelah menghabiskan
satu kurun waktu dalam kegelapan dan penderitaan, datanglah rahmat Ilahi yang
meluap mengemuka dan menyelamatkan kita dari kegelapan dengan datangnya fajar
yang menggantikan kegelapan malam dimana sinar pagi mulai muncul. Shalat Subuh
ditetapkan untuk kondisi keruhanian seperti itu.
Berdasarkan kelima
kondisi yang berubah terus tersebut maka Allah s.w.t. telah mengatur shalat
lima waktu bagi kita. Dengan demikian kita bisa memahami bahwa shalat tersebut
diatur waktunya bagi kemaslahatan kalbu kita sendiri. Bila kita menginginkan
keselamatan dari segala musibah, janganlah kita sampai mengabaikan shalat lima
waktu karena semua itu merupakan refleksi dari kondisi internal dan keruhanian
kita. Shalat merupakan obat penawar bagi segala musibah yang mungkin mengancam.
Kita tidak pernah mengetahui keadaan bagaimana yang dibawa oleh hari
berikutnya. Karena itu sebelum awal hari, mohonlah kepada Tuhan kita yang Maha
Abadi agar hari tersebut menjadi sumber kemaslahatan dan keberkatan bagi kita.
SUMBER : ARTIKEL ISLAM
0 komentar:
Post a Comment